Home » » Yang Khianat Dan Yang Setia

Yang Khianat Dan Yang Setia

Perang Tabuk, harus diakui merupakan peristiwa penyaring yang membedakan dengan jelas, mana mukmin sejati dan mana orang munafik. Salah satu sisi menampilkan karakter munafiq yang asli. Suatu karakter yang senantiasa menjadi trouble maker bahkan ancaman bagi perjalanan da'wah Islam. Mereka -dalam peristiwa Tabuk- tidak hanya sekedar pasif membela Islam, tapi sebaliknya, mereka juga aktif dalam usaha merongrong Islam dari dalam. Lihatlah ketika mereka tidak hanya sekedar mengajukan izin untuk tidak ikut pergi berperang. Mereka bahkan menggembosi semangat kaum Muslimin, dengan nasehat beracun bahwa cuaca sangat panas, sebentar lagi musim panen tiba, dan bahwa kekuatan Romawi adalah kekuatan besar yang tidak mungkin bakal dapat ditumbangkan oleh kaum Muslimin.

Namun di sisi lain terdapat suatu pemandangan yang sungguh menakjubkan. Kaum Muslimin dengan segala kekuatan dan keterbatasan mereka- terhanyut dalam satu aktivitas menyambut ajakan Rasul SAW. Ajakan ini bukanlah sesuatu yang menjanjikan kemewahan hidup duniawi. Ajakan ini bahkan boleh dikatakan -secara logika telanjang- menambah beban penderitaan yang selama ini telah mereka pikul. Namun inilah potret Mukminin sejati, mendudukkan perintah Rasul SAW di atas segalanya. Beban penderitaan, boleh jadi terpampang dihadapan mereka, menjadi keniscayaan. Namun apakah arti dunia bila dibandingkan dengan akherat. Apakah artinya penderitaan kalau itu mengundang ridha Allah SWT dan Rasul-Nya. Maka terwujudlah pemandangan yang sangat indah... apapun akan mereka korbankan demai Islam.

Pemandangan yang tak kalah indahnya adalah sebagaimana yang ditampilkan oleh tiga orang yang diboikot, sebagai hukuman atas kelalaian mereka, tidak ikut pergi berperang tanpa ada alasan yang dibenarkan. Mereka sadar apa yang mereka perbuat adalah kesalahan yang besar. Di tengah hukuman, kesetiaan kembali teruji. Datang fasilitas dari pihak ke 3 untuk menampung dan menyelamatkan mereka dari boikot kaum Muslimin. Tetapi dengan tegar mereka memilih dibenci teman sendiri ketimbang disayang oleh musuh.


Demikianlah, rentetan perjalanan Tabuk telah merekam bukti kokohnya kesetiaan nenek moyang kita dahulu dalam memegang prinsip Islam, meski pedih laksana bara. Peristiwa Tabuk -dan peristiwa-peristiwa lainnya saat itu- masih menyisakan pertanyaan yang hingga kini belum terjawab, tarbiyyah/gemblengan macam manakah yang ditanamkan Muhammad SAW kepada shahabatnya, sehingga menghasilkan aqidah yang membaja, tak lekang oleh derita di jalan Allah SWT, tak lapuk oleh kenikmatan duniawi. Wallahu a'lam bish shawab.

0 komentar:

Post a Comment